Kisah Tiga Roti dan Tiga Nasehat
- Update Selasa, 14 September 2021
- Life Style
- Dilihat : 2689 kali
Tanjungpandan, 14-09-2021|Sarwamedia.com
Seorang karyawan setelah bekerja selama dua puluh tahun di kota, merasa saatnya ia pensiun dan pulang kampung. Lalu, ia pun menghadap pada atasan tempatnya bekerja.
“Anda sudah bekerja di tempat ini selama dua puluh tahun dengan baik. Sekarang, saya ingin bertanya apakah Anda menginginkan uang pensiun selama dua puluh tahun atau tiga nasihat dari saya?” tanya atasannya.
Karyawan itu berpikir sejenak lalu memilih meminta tiga nasihat dari atasannya.
“Nasihat pertama, jangan pernah mau mencari jalan pintas, tidak ada yang mudah dan gratis di dunia ini. Lakukan sesuatu secara bertahap dengan mantap dan mandiri.
Nasihat kedua, terhadap sesuatu hal yang tidak baik, jangan menaruh rasa ingin tahu yang mendalam. Karena hal itu bisa merenggut nyawamu.
Nasihat ketiga, jangan membuat keputusan apapun saat sedang emosi. Karena ini akan membuatmu menyesal seumur hidup.”
Kemudian sang atasan memberikan sedikit uang dan tiga buah roti, serta berpesan, “Roti yang paling besar dimakan bersama keluarga saat sampai di rumah.”
Esok paginya, sang karyawan pamit dan memulai perjalanan pulang ke kampung halamannya. Sampailah ia pada sebuah kampung, ia bertanya pada orang yang ditemuinya, manakah jalan paling dekat untuk sampai ke kampung halamannya.
“Jalan kecil yang lebih dekat,” jawab si A.
“Jalan besar yang lebih aman,” jawab si B.
Karena ingin cepat sampai di rumah, ia memilih jalan kecil. Baru setengah jalan ia berpapasan dengan orang lain. Rupanya di jalan kecil itu banyak perampok. Pria itu pun teringat akan nasihat atasannya. Ia kembali lagi melewati jalan besar. Saking laparnya ia melahap roti pertama yang diberikan oleh atasannya.
Hari sudah malam, pria itu memutuskan untuk menginap di sebuah losmen. Malam harinya ia mendengar suara seorang wanita yang menangis. Saat itu ia teringat nasihat kedua dari atasannya, maka ia pun mengurungkan niatnya untuk keluar melihat apa yang terjadi. Ia pun memakan roti kedua di kamarnya.
Esok pagi saat ia bangun, orang kampung itu heran dan bertanya pada pria itu, “Anda masih hidup? Tadi malam ada seorang wanita gila yang memancing tamu keluar lalu membunuhnya. Syukurlah Anda tidak keluar kamar.”
Ketika sampai di rumahnya pada malam hari, diam-diam ia ingin memberi kejutan pada istrinya. Lalu ia masuk kamar. Alangkah terkejutnya ia melihat seorang pria tidur bersama istrinya. Emosinya meluap lalu mengambil parang hendak membunuh pria tersebut, namun ia mengingat nasihat ketiga dari atasannya. Ia lalu mengurungkan niatnya, dan tidur di luar.
Keesokan harinya, istrinya bangun menemukan suaminya tidur di luar. Alangkah senangnya, dan ia memanggil pria yang menemaninya tidur selama suaminya tidak ada di rumah. “Mari sini Nak, papamu pulang.” Alangkah terkejutnya pria itu ternyata pria yang tidur bersama istrinya adalah anak kandungnya sendiri.
Istrinya berkata, “Saat kamu berangkat, saya sudah hamil. Selama ini saya tidak bisa menghubungimu.” Lalu dipeluklah anak lelakinya itu dengan haru dan meneteskan air mata, karena hampir saja ia membunuh anaknya sendiri jika ia tidak mengingat nasihat atasannya.
Sambil bercerita panjang lebar tentang pengalaman dan nasihat atasnnya, pria itu ingat akan roti besar yang harus dimakan di rumah. Setelah roti itu dibuka ternyata di dalamnya terselip uang pensiunnya selama dua puluh tahun ia bekerja.
Di balik kisah tadi, ada pesan yang harus kita ingat. Bahwa segala sesuatu harus diputuskan dalam keadaan tenang dan berpikir panjang akan segala sesuatunya. Dengan demikian kehidupan kita akan penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan.(stm)